Komplikasi Stockholm Syndrome
Perasaan simpati atau sayang yang dimiliki korban untuk pelaku dapat membuatnya enggan untuk keluar dari situasi yang sebenarnya membahayakannya. Kondisi ini dapat menyebabkan beberapa kondisi berikut:
Korban yang berhasil melepaskan diri dari pelaku juga mungkin akan mengalami komplikasi, seperti:
Perasaan negatif terhadap figur otoritas
Korban sering mengembangkan ketidakpercayaan atau perasaan negatif terhadap pihak otoritas, seperti polisi atau pihak penegak hukum lainnya.
Hal ini terjadi karena korban melihat pihak otoritas sebagai ancaman bagi hubungannya dengan pelaku.
Pengobatan Stockholm Syndrome
Karena stockholm syndrome belum diakui secara resmi sebagai gangguan psikologis, belum ada standar pengobatan yang spesifik untuk kondisi ini.
Namun, pengobatannya mirip sekali dengan mengatasi PTSD, seperti berikut:
Gejala Stockholm Syndrome
Orang yang mengalami stockholm syndrome sering menunjukkan beberapa gejala khas yang mengarah pada hubungan emosional.
Nah, hubungan ini cenderung tidak biasa dengan pelaku kekerasan atau penculik mereka. Gejala utamanya meliputi:
Apa Itu Stockholm Syndrome?
Sindrom stockholm adalah mekanisme koping (coping mechanism) yang biasanya terjadi pada orang yang mengalami penculikan.
Korban akan mengembangkan perasaan positif terhadap penculik atau pelaku dari waktu ke waktu.
Kondisi ini juga berlaku untuk beberapa situasi lain termasuk pelecehan anak, pelecehan pelatih-atlet, pelecehan hubungan dan perdagangan seks.
Perasaan positif terhadap pelaku
Meskipun korban mungkin mengalami penderitaan atau kekerasan, mereka juga merasakan simpati, rasa hormat, atau bahkan afeksi terhadap pelaku.
Hal ini sering terlihat dalam situasi di mana korban merasa pelaku memberikan perlindungan atau perawatan dalam situasi yang berbahaya.
Pencegahan Stockholm Syndrome
Sayangnya, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah sindrom stockholm, mengingat kondisi ini berkembang sebagai respons terhadap trauma ekstrem, seperti penculikan atau kekerasan fisik dan mental.
Karena sindrom ini merupakan respons psikologis yang tidak dapat diprediksi, tindakan pencegahan cenderung sulit dilakukan.
Stockholm syndrome juga tidak terbatas hanya pada korban penculikan. Orang yang mengalami pelecehan fisik atau emosional dalam hubungan pribadi atau lingkungan kerja juga dapat mengembangkan perasaan serupa terhadap pelaku.
Menyadari atau memahami tanda-tanda awal dan mencari respon yang cepat terhadap trauma bisa membantu mengurangi risiko berkembangnya sindrom ini. Meski begitu, hal ini tidak sepenuhnya dapat dicegah.
Cara Menangani Stockholm Syndrome
Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita Stockholm syndrome. Namun, psikiater akan menggunakan beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengatasi situasi traumatis, seperti peresepan obat antiansietas untuk mengatasi kecemasan yang dialami.
Selain itu, psikoterapi juga akan dilakukan untuk menangani Stockholm syndrome. Dalam psikoterapi, penderita akan diajarkan untuk mengatasi pengalaman traumatiknya.
Tujuan akhir dari semua penanganan Stockholm syndrome adalah untuk menyadarkan penderita bahwa yang mereka rasakan terhadap pelaku hanyalah metode pertahanan diri.
Stockholm syndrome merupakan kondisi tidak umum yang sering kali dirasakan oleh para korban penyanderaan. Bila Anda atau keluarga dan kerabat Anda ada yang mengalami gejala Stockholm syndrome, cobalah konsultasikan ke psikiater agar dapat diberikan penanganan yang tepat.
Pengobatan Stockholm Syndrome
Karena stockholm syndrome belum diakui secara resmi sebagai gangguan psikologis, belum ada standar pengobatan yang spesifik untuk kondisi ini.
Namun, pengobatannya mirip sekali dengan mengatasi PTSD, seperti berikut:
Konseling dan terapi
Pendekatan utama dalam mengobati stockholm syndrome adalah melalui konseling psikologis dengan psikiater atau psikolog.
Terapi kognitif-perilaku (CBT) juga dilakukan untuk membantu korban memahami dan mengatasi perasaannya terhadap pelaku. Terapi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku negatif yang berkembang selama situasi traumatis.
Dalam beberapa kasus, korban mungkin juga diberikan obat-obatan tertentu untuk mengatasi gejala kecemasan, depresi, atau stres pasca-trauma.
Obat antidepresan dan obat anti-kecemasan dapat digunakan untuk membantu korban mengelola efek psikologis dari trauma.
Selain terapi formal, korban mungkin memerlukan dukungan dari kelompok sebaya atau keluarga. Dukungan sosial sangat penting untuk membantu korban memulihkan diri dari trauma dan kembali menjalani kehidupan yang normal.